Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Abbad

أجمع العارفون بالله على أنَّ التوفيق أن لايكِلك الله إلى نفسك

Orang-orang yang mengenal Allah Ta’ala dengan baik, mereka sepakat bahwa taufik Allah tidak diidentikkan pada kemampuan diri masing-masing orang untuk mendapatkannya.

وأن الخذلان: أن يوكل العبد إلى نفسه

Dan merupakan bentuk keterpurukan adalah, seorang hamba mengandalkan kemampuan dirinya semata.

ومما ينبغي أن يعتنى به في هذا المقام معرفة الأمور التي يُستجلب بها التوفيق

Dan diantara perkara yang perlu untuk diperhatikan dalam masalah ini adalah mengetahui apa saja perkara-perkara yang bisa menjadi sebab didapatkannya taufik Allah

وتتلخص في النية الصالحة التي هي أساس العمل وقوامه وصلاحه

(Yang pertama) mengikhlaskan niat dengan niat yang shalih, yang niat ini merupakan pondasi, tiang dan yang membuat amalan jadi baik

وكثرة الدعاء والإلحاح على الله

(Yang kedua), memperbanyak doa dan memohon kepada Allah.

 فإن من أُعطي الدعاء فقد أعطي مفتاح التوفيق وبابه

Karena barangsiapa yang masih ada kesadaran untuk mau berdoa, maka ia telah diberikan kunci dari taufik Allah serta pintunya.

 وصدق التوكل على الله جل وعلا ؛ كما في قول شعيب عليه السلام : {q إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ }

(Yang ketiga) bertawakal (menggantungkan urusan) kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan tulus, sebagaimana perkataan Nabi Syu’aib dalam Al Qur’an: “Tidaklah taufik yang aku dapatkan kecuali dari Allah, kepada-Nya aku bertawakal” (QS. Hud: 88).

وإصلاح النفس بالعلم ؛ فإن العلم نورٌ لصاحبه وضياء

(Yang keempat) memperbaiki diri dengan menuntut ilmu (agama). Karena ilmu adalah cahaya dan penerang bagi pemiliknya.

فما أُتي من أتي في هذا الباب إلا من إضاعته لعلم الشريعة التي هي أعظم أبواب التوفيق والسعادة في الدنيا والآخرة

Tidaklah seseorang mendatangi taufik Allah melalui pintu ini, kecuali orang yang menghabiskan waktunya untuk mempelajari ilmu syari’at, yang ia merupakan pintu taufik yang paling besar dan pintu kebahagiaan yang paling besar di dunia dan di akhirat.

ومجاهدة النفس على العبادة والطاعة فرضها ونفلها

(Yang kelima) menghasung jiwa untuk memperbanyak ibadah dan ketaatan, baik itu yang wajib maupun yang sunnah.

وملازمة أهل الصلاح والاستقامة ، والبُعد عن أهل الشر والفساد

(Yang keenam) senantiasa membersamai orang-orang yang baik dan istiqamah. Dan menjauhkan diri dari orang-orang yang buruk dan suka berbuat kerusakan.

فإن من فتح على نفسه باب مجالسةٍ لأهل شرٍ وفساد فتح على نفسه من باب الخذلان والحرمان شيئا عظيما بحسب حاله من هذه المجالسة

Karena barangsiapa yang membuka dirinya untuk duduk bermajelis dengan orang-orang yang buruk dan rusak, sungguh ia telah membuka jalan yang besar bagi keterpurukan dan terhalangnya taufik Allah, tergantung bagaimana keadaan dia dalam majelis tersebut.

وبالله وحده التوفيق

Hanya kepada Allah sematalah kita memohon taufik.

***

Sumber: http://al-badr.net/muqolat/4437