Taqi (تقي) atau At Taqi (التقي) artinya: orang yang bertakwa. Allah Ta’ala berfirman:
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” (QS. An Najm: 32).
Penulis Tafsir Al Muyassar menjelaskan maknanya:
فلا تزكُّوا أنفسكم فتمدحوها وتَصِفُوها بالتقوى
“Jangan kalian mensucikan diri sendiri, dan memuji diri sendiri dan menyifati diri sendiri dengan ketaqwaan”.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengubah nama anak seoang sahabiyah yang bernama barrah (برة) yang artinya: orang yang sangat baik, menjadi Zainab. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam lalu bersabda:
لاتزكوا انفسكم ان الله اعلم باهل البر منكم ” فقالوا : بما نسميها ؟ قال : ” سموها زينب
“Jangan kalian mensucikan diri kalian, Allah yang lebih tahu siapa yang orang baik di antara kalian”. Lalu para sahabiyah bertanya: “lalu kami beri nama siapa?”. Nabi menjawab: “Namai dia Zainab” (HR. Muslim).
Ibnul Qayyim mengatakan:
أمر آخر: وهو ظن المسمى واعتقاده في نفسه أنه كذلك، فيقع في تزكية نفسه وتعظيمها وترفعها على غيره، وهذا هو المعنى الذي نهى النبي صلى الله عليه وسلم لأجله أن تسمى برة وقال: لا تزكوا أنفسكم الله أعلم بأهل البر منكم. وعلى هذا فتكره التسمية بـ: التقي والمتقي والمطيع والطائع والراضي والمحسن والمخلص والمنيب والرشيد والسديد
“Alasan yang lain, orang diberi nama akan menyangka dan berkeyakinan bahwa ia adalah orang yang demikian (sesuai namanya). Sehingga jatuhlah ia pada perbuatan mensucikan diri sendiri, mengagungkan diri, dan meninggikan diri terhadap orang lain. Inilah makna dalam larangan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika melarang nama Barrah. Beliau lalu bersabda: ‘Jangan kalian mensucikan diri kalian, Allah yang lebih tahu siapa yang orang baik di antara kalian’.
Dengan demikian, maka dimakruhkan memberi nama dengan nama: At Taqi (orang yang bertaqwa), Al Muttaqi (orang yang bertaqwa), Al Muthi’ (orang yang taat), At Tha’i (orang yang taat), Ar Radhi (orang yang diridhai), Al Muhsin (orang yang baik), Al Mukhlis (orang yang ikhlas), Al Munib (orang yang selalu bertaubat), Ar Rasyid (orang yang mendapat petunjuk), As Sadid (orang yang lurus)” (Zaadul Ma’ad, 273).
Maka sebaiknya diihindari menamai anak dengan nama-nama demikian.
Wallahu a’lam.
Pande2 kau aja bikin oponi bos…
Kalau ada yang salah dalam tulisan di atas mohon saya di koreksi
Artikel aneh.. Ngasih nama baik kok dihindari. Nama itu adalah doa..
Hm, mungkin lebih tepatnya anda ingin mengatakan para ulama di atas aneh ya?
assalamualaikum…. maaf kang aswad… 1 tahun yg lalu saya memberikan nama belakang anak saya attaqy… sblmnya karena ketidaktahuan saya soal ini… namun ini selipan doa untuk anak saya… maaf kang harus bagaimana ya…. maaf skrg saya jadi sedih dan khawatir dgn anak saya jika memang itu hukumnya dilarang
Wa’alaikumussalam, diganti saja atau dihilangkan.
kalau attaqi makruh, apakah nama sholeh (orang sholeh) , ihsan (baik), syarif (terhormat/mulia), arifin (baik /bijaksana), majid (baik dan terpuji) , dll yg senada menggambarkan kebaikan, apakah makruh juga?
Kalau bukan isim ma’rifah maka tidak mengapa insyaAllah. Contoh yang dibawakan Ibnul Qayyim semua dalam bentuk ma’rifah. “Shalih” boleh tapi “ash Shalih” itu makruh.
apakah ada dalil yg jelas2 melarang nama attaqi ini? Apakah yg menyimpulkan tidak boleh menggunakan nama Attaqi itu Ibnul Qoyyim atau bapak sendiri? karena kalau saya gak salah tangkap Ibnu Qoyyim hanya mengharamkan nama Barrah, yg memang ada dalilnya.
Itu namanya dalil qiyas. Dan landasan dalilnya adalah dalil umum, sudah disampaikan Ibnul Qayyim di atas.
Contoh, tidak ada dalil yang menyebutkan mengharamkan pil koplo dan ekstasi. Namun dua benda ini haram karena dalil qiyas, di-qiyaskan dengan semua yang memabukkan.
Yang saya bold di atas itu kan perkataan Ibnul Qayyim. Bukan perkataan saya.
Begini saja, kalau anda mau terima penjelasan Ibnul Qayyim di atas, walhamdulillah. Tidak terima juga tidak apa-apa. Semoga Allah memberi hidayah.