Allah telah menamakan kita Muslim, lalu mengapa menisbatkan diri kepada Salaf? Keraguan ini telah dijawab dengan sangat indah oleh Imam Al-Albani dalam diskusinya dengan seseorang pada topik ini, direkam dalam kaset dengan judul “Saya Salafi” (Ana Salafi), dan berikut adalah pemaparan bagian penting dari diskusi tersebut.
—-
Syaikh Al-Albani: “Jika ditanyakan kepadamu, “Apa madzhabmu?”, apa jawaban anda?
Penanya: “Saya seorang Muslim”
Syaikh Al-Albani: “Itu tidak cukup.”
Penanya: “Allah telah menamakan kita dengan sebutan Muslim“,
lalu penanya membacakan ayat Allah Subhanahu Wata’ala (yang artinya) “Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu“ (QS Al-Hajj [22] : 78)
Syaikh Al-Albani: “Ini akan merupakan jawaban yang benar jika kita berada pada masa paling awal (Islam) sebelum golongan-golongan bermunculan dan tersebar. Akan tetapi jika kita bertanya, saat ini, kepada setiap Muslim dari golongan-golongan ini yang mana kita berbeda dengannya dalam hal akidah, jawabannya tidak akan berbeda dari kata ini (muslim- pent). Semuanya, Syiah Rafidhah, Khawarij, Nusayri Alwi – akan berkata, “Saya seorang Muslim.” Karenanya hal itu tidak lagi cukup untuk masa sekarang ini.”
Penanya: “Jika demikian saya akan menjawab, ‘Saya seorang Muslim yang mengikuti Qur’an dan Sunnah‘”
Syaikh Al Albani: “Ini pun tidak cukup.”
Penanya: “Mengapa?”
Syaikh Al Albani: “Apakah anda menemukan siapa saja diantara contoh yang telah kita sebutkan tadi berkata “Saya seorang Muslim yang tidak berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah?” Siapa diantara mereka yang berkata, “Saya tidak berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah?”
Pada point ini, Syaikh mulai menjelaskan secara rinci mengenai pentingnya berpegang terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman para salafush-shalih.
Penanya: “Jika demikian Saya adalah seorang Muslim yang mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah menurut pemahaman Salafush-Shalih”
Syaikh Al Albani: “Jika seseorang bertanya kepada anda, apa madzhabmu, apakah ini yang akan anda katakan kepadanya?”
Penanya: “Ya.”
Syaikh Al Albani: “Bagaimana pendapat anda jika kita menyingkat kalimat itu, karena kata-kata yang terbaik adalah kata-kata yang sedikit tetapi menggambarkan tujuan yang diinginkan, ‘Salafi?’
Artikel ini dari http://www.khayla.net/2007/12/jawaban-atas-kesalahpamahan-terhadap.html
kunjungi http://www.markazabufathan.co.nr [Mesin Pencari Artikel Islam]
owh,, itu alasannya memakai istilah salafi,,
tapi, kadang ngomong salafi gitu larinya ke istilah pesantren tradisonal kalangan nahdiyin,,
trus solusinya gimana?
kalau di t4 saya tinggal, nama ‘salafi’ itu sudah ber-image negatif. Ada saran lain untuk menjawab pertanyaan ‘Apa madzhabmu?’?
mungkin bisa dijawab ahlussunnah atau sunni
penjelasan yang gak jelas
semoga Allah mencerahkan pikiran anda supaya bisa paham
Rasululloh adalah orang yg lemah lembut terhadap muslim. dan tegas terhadap kafir.
jika sebuah bid’ah di jadikan alasan pembenar untuk mengkafirkan saudara muslim…maka rasa lemah lembut itu tidak terasa dari golongan yg mengaku benar itu.
apakah jalan kelembutan sudah harus di pinggirkan.
Maaf, di bagian mana dari tulisan di atas yang mengkafirkan pelaku bid’ah? Coba simak artikel kami yang lain:
Nice job :)
maaf sy sulit mengerti tentang penjelasan diatas, apa ada penjelasan yg lebih muda untuk dipahami
Bagian mana yang tidak paham?
Trus, klo aliran sempalan pun mengaku mengikuti pemahaman sahabat, bgaimana solusinya?
Sekarang kita dapati bahwa orang2 yg suka berbuat bid’ah pun mengaku & menamakan diri dg ahlussunnah… sehingga klo berdasarkan nama, tdk ada bedanya, yg membedakan adalah hakikat org tsb (bukan hakikat tarekat sufi lho ya…)
Berarti kembali saja kpd nama “muslim” sebagaimana Allah menamakan kita, atau bgaimana? Meski nama sama, yg penting kan berbeda dlm pmahaman…
Makanya tidak perlu pusing kepada pengakuan, lihat prakteknya.
Semoga Allah istiqomahkan dalam Manhaj yang Haq ini…