Pengajaran Al Qur’an demikian juga pengajaran ilmu agama adalah ibadah, maka wajib untuk ikhlas untuk meraih wajah Allah Jalla wa ‘ala. Allah berfirman:

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al Maidah: 27).

As Sa’di rahimahullah menjelaskan:

أي: المتقين لله في ذلك العمل، بأن يكون عملهم خالصا لوجه الله، متبعين فيه لسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم

Maksudnya, orang-orang yang bertaqwa dalam mengamalkan amalan tersebut. Dengan mengikhlaskan amalan tersebut untuk mengharap wajah Allah semata dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (Tafsir As Sa’di).

Allah Ta’ala juga berfirman:

فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

Barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Rabb-Nya maka amalkanlah amalan kebaikan dan jangan mempersekutukan Rabb-nya dengan sesuatu apapun” (QS. Al Kahfi: 110).

Ath Thabari menjelaskan فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً artinya

فليخلص له العبادة، وليفرد له الربوبية

“Ikhlaskanlah ibadah hanya untuk Allah dan esakanlah Allah dalam rububiyyah” (Tafsir Ath Thabari).

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah keada Allah semata dan mengikhlaskan amalan hanya kepada-Nya” (QS. Al Bayyinah: 5).

Bahkan para Nabi dan Rasul ‘alahimus salam tidak menerima upah dalam dakwahnya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُل لآ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ

Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur`an)”. Al Qur`an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat.” (QS. Al An’am : 90).

Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla berfirman:

أَمْ تَسْئَلُهُمْ أَجْرًا فَهُم مِّن مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُونَ

Ataukah engkau meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan hutang” (QS. Ath Thur : 40).

Para Nabi pun mengatakan:

وَمَآ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ

Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam” (QS. Asy Syu’ara’ ayat 109, 127, 145, 164, 180).

Hukum Mengambil Upah Dari Pengajaran Agama

Namun terlepas dari soal keikhlasan, bolehkah ia mengambil upah? Artinya, seorang pengajar Al Qur’an atau da’i dalam dakwahnya ikhlas mengharap wajah Allah, namun ia juga menerima upah dari pengajaran tersebut untuk penghidupannya, bolehkah demikian?

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إنَّ أحقَّ ما أخَذْتُمْ عليهِ أجرًا كتابُ اللهِ

Sesungguhnya hal yang paling layak untuk engkau ambil upah dari usahanya adalah Kitabullah” (HR. Bukhari no. 5737).

Namun ulama khilaf mengenai hukumnya. Rincian hukum yang bagus sebagaimana dijelaskan oleh Abul Laits As Samarqandi rahimahullah:

التعليم على ثلاثة أوجه: أحدها للحسبة ولا يأخذ به عوضًا، والثاني أن يعلِّم بالأجرة، والثالث أن يعلِّم بغير شرط فإذا أهدي إليه قبل
فالأول: مأجور عليه، وهو عمل الأنبياء عليهم الصلاة والسلام.
والثاني: مختَلَف فيه، فقيل لا يجوز، لقوله, صلى الله عليه وسلم: “بلِّغوا عني ولو آية”، وقيل: يجوز، والأفضل للمعلِّم أن يشارط الأجرة للحفظ وتعليم الكتابة، فإن شارط لتعليم القرآن أرجو أنه لا بأس به، لأن المسلمين قد توارثوا ذلك واحتاجوا له.
وأما الثالث: فيجوز في قولهم جميعًا

“Mengajarkan Al Qur’an ada 3 model: [1] sukarela, tidak menerima upah [2] mengajar dengan memasang tarif [3] mengajar dengan tanpa memasang tarif, namun jika diberi hadiah, diterima.

Model pertama, dia mendapat pahala dan inilah amalan para Nabi –alaihis shalatu was salam
Model kedua, ulama khilaf. Sebagian ulama mengatakan tidak dibolehkan. Berdasarkan sabda Nabi: “Sampaikan dariku walau satu ayat”. Sebagian ulama mengatakan: boleh. Namun yang lebih utama, hendaknya para pengajar Qur’an model kedua ini, memasang tarif untuk pengajaran hafalan dan pengajaran kitabah (penulisan) saja. Namun jika ia memasang tarif untuk pengajaran Al Qur’an, saya harap tidak mengapa. Karena kaum Muslimin sejak dahulu telah melakukannya dan mereka memang membutuhkannya.
Modal ketiga, boleh menurut pendapat seluruh ulama” (Mabahits fi Ulumil Qur’an, Manna’ Al Qathan, hal 197).

Ini rincian hukum yang bagus, insya Allah. Maka jika ada ustadz atau pengajar Al Qur’an yang digaji oleh lembaganya atau yayasannya atau beri upah atas pengajarannya, ini tidak mengapa. Namun tentunya wajib bagi mereka untuk senantiasa meniatkan aktifitas dakwahnya untuk meraih wajah Allah Ta’ala bukan untuk mencari duniawi. Bahkan gaji dan upah tersebut -andaikan diterima- semata untuk sarana agar dakwah bisa terus berlangsung.

Wallahu a’lam.